Rabu, 07 Mei 2014

     

    Ada sinyal kuat bahwa memang telah terjadi distorsi etika dan pelanggaran kemanusiaan yang hebat di Papua. Martabat manusia yang seharusnya dijunjung tinggi, peradaban, kebudayaan, sampai mata rantai penghidupan jelas-jelas dilanggar. Ketika sistematika kehidupan yang sangat drastis tersebut sudah tidak bisa lagi ditahan, ledakan kemarahan komunitas itu terjadi (Hutchins, M.J., et.al., 2007).
    Itu adalah fakta keteledoran pemerintah yang sangat berat karena selama ini bersikap underestimate kepada rakyat Papua. Gagasan mendapatkan kesejahteraan dengan intensifikasi industrialisasi nyata-nyata gagal. Ironisnya, Freeport sebagai representasi hegemoni peradaban industrialisasi modern yang terkenal dengan implementasi konsep menghargai heterogenitas dan diversitas (Velasquez, M.G., 2006), rupa-rupanya, hanya jargon belaka. Dua kali pekerja Freeport melakukan aksi mogok kerja sejak Juli untuk menuntut hak normatifnya soal diskriminasi gaji, namun dua kali pula harus beradu otot.

Permasalahan
PT Freeport Indonesia (PTFI) merupakan perusahaan afiliasi dari Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc.. PTFI menambang, memproses dan melakukan eksplorasi terhadap bijih yang mengandung tembaga, emas dan perak. Beroperasi di daerah dataran tinggi di Kabupaten Mimika Provinsi Papua, Indonesia. Kami memasarkan konsentrat yang mengandung tembaga, emas dan perak ke seluruh penjuru dunia.
PT Freeport Indonesia merupakan jenis perusahaan multinasional (MNC),yaitu perusahaan internasional atau transnasional yang berkantor pusat di satu negara tetapi kantor cabang di berbagai negara maju dan berkembang..
Contoh kasus pelanggaran etika yang dilakukan oleh PT. Freeport Indonesia :
·         Mogoknya hampir seluruh pekerja PT Freeport Indonesia (FI) tersebut disebabkan perbedaan indeks standar gaji yang diterapkan oleh manajemen pada operasional Freeport di seluruh dunia. Pekerja Freeport di Indonesia diketahui mendapatkan gaji lebih rendah daripada pekerja Freeport di negara lain untuk level jabatan yang sama. Gaji sekarang per jam USD 1,5–USD 3. Padahal, bandingan gaji di negara lain mencapai USD 15–USD 35 per jam. Sejauh ini, perundingannya masih menemui jalan buntu. Manajemen Freeport bersikeras menolak tuntutan pekerja, entah apa dasar pertimbangannya.
·         Biaya CSR kepada sedikit rakyat Papua yang digembor-gemborkan itu pun tidak seberapa karena tidak mencapai 1 persen keuntungan bersih PT FI. Malah rakyat Papua membayar lebih mahal karena harus menanggung akibat berupa kerusakan alam serta punahnya habitat dan vegetasi Papua yang tidak ternilai itu. Biaya reklamasi tersebut tidak akan bisa ditanggung generasi Papua sampai tujuh turunan. Selain bertentangan dengan PP 76/2008 tentang Kewajiban Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, telah terjadi bukti paradoksal sikap Freeport (Davis, G.F., et.al., 2006). Kestabilan siklus operasional Freeport, diakui atau tidak, adalah barometer penting kestabilan politik koloni Papua. Induksi ekonomi yang terjadi dari berputarnya mesin anak korporasi raksasa Freeport-McMoran tersebut di kawasan Papua memiliki magnitude luar biasa terhadap pergerakan ekonomi kawasan, nasional, bahkan global.
Sebagai perusahaan berlabel MNC (multinational company) yang otomatis berkelas dunia, apalagi umumnya korporasi berasal dari AS, pekerja adalah bagian dari aset perusahaan. Menjaga hubungan baik dengan pekerja adalah suatu keharusan. Sebab, di situlah terjadi hubungan mutualisme satu dengan yang lain. Perusahaan membutuhkan dedikasi dan loyalitas agar produksi semakin baik, sementara pekerja membutuhkan komitmen manajemen dalam hal pemberian gaji yang layak.
Pemerintah dalam hal ini pantas malu. Sebab, hadirnya MNC di Indonesia terbukti tidak memberikan teladan untuk menghindari perselisihan soal normatif yang sangat mendasar. Kebijakan dengan memberikan diskresi luar biasa kepada PT FI, privilege berlebihan, ternyata sia-sia. Berkali-kali perjanjian kontrak karya dengan PT FI diperpanjang kendati bertentangan dengan UU Nomor 11/1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan dan sudah diubah dengan UU Nomor 4/2009 tentang Minerba. Alasan yang dikemukakan hanya klasik, untuk menambah kocek negara. Padahal, tidak terbukti secara signifikan sumbangan PT FI benar-benar untuk negara. Kalimat yang lebih tepat, sebetulnya, sumbangan Freeport untuk negara Amerika, bukan Indonesia. Justru negara ini tampak dibodohi luar biasa karena PT FI berizin penambangan tembaga, namun mendapat bahan mineral lain, seperti emas, perak, dan konon uranium. Bahan-bahan itu dibawa langsung ke luar negeri dan tidak mengalami pengolahan untuk meningkatkan value di Indonesia. Ironisnya, PT FI bahkan tidak listing di bursa pasar modal Indonesia, apalagi Freeport-McMoran sebagai induknya. Keuntungan berlipat justru didapatkan oleh PT FI dengan hanya sedikit memberikan pajak PNBP kepada Indonesia atau sekadar PPh badan dan pekerja lokal serta beberapa tenaga kerja asing (TKA). Optimis penulis, karena PT FI memiliki pesawat dan lapangan terbang sendiri, jumlah pasti TKA itu tidak akan bisa diketahui oleh pihak imigrasi. Kasus PT. Freeport Indonesia ditinjau dari berbagai teori etika bisnis :

Dalam kasus ini, PT Freeport Indonesia sangat tidak etis dimana kewajiban terhadap para karyawan tidak terpenuhi karena gaji yang diterima tidak layak dibandingkan dengan pekerja Freeport di Negara lain. Padahal PT Freeport Indonesia merupakan tambang emas dengan kualitas emas terbaik di dunia.

Kesimpulan
Dari pembahasan dalam bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa PT Freeport Indonesia telah melanggar etika bisnis dimana, upah yang dibayar kepada para pekerja dianggap tidak layak dan juga telah melanggar UU Nomor 11/1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan yang sudah diubah dengan UU Nomor 4/2009 tentang Minerba. Karena PT FI berizin penambangan tembaga, namun mendapat bahan mineral lain, seperti emas, perak, dan konon uranium. Selain bertentangan dengan PP 76/2008 tentang Kewajiban Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, telah terjadi bukti paradoksal sikap Freeport (Davis, G.F., et.al., 2006).

ANALISA POSITIF:
Dengan datangnya Freeport ke Indonesia akan menambah peluang pekerjaan bagi para pekerja Indonesia.

ANALISA NEGATIF:
Pengekploitasian besar-besaran oleh Freeport dapat merugikan negara, dari segi materi maupun lingkungan.

  Saran
Sebaiknya pemerintah Indonesia, dalam hal ini khususnya menteri ESDM, melakukan renegosiasi ulang terhadap PT FI. Karena begitu banyak SDA yang ada di Papua ,tetapi masyarakat papua khususnya dan Negara Indonesia tidak menikmati hasil dari kekayaan alam yang ada di papua. Justru Amerika lah yang mendapat untung dari kekayaan alam yang ada di papua. Atau kalau tidak dapat di negosiasi ulang dan hak para pekerja tidak terpenuhi, lebih baik pemerintah menasionalisasi PT FI supaya masyarakat papua khususnya dan Indonesia dapat menikmati SDA yang ada di bumi Indonesia.
Sumber:  http://nasional.news.viva.co.id/news/read/252669-ini-daftar-gaji-karyawan-freeport


POSTED BY BOY SEIGA PUTRA 

Posted on Rabu, Mei 07, 2014 by Unknown

No comments

Selasa, 06 Mei 2014




Etika bisnis sangat dibutuhkan dalam dunia bisnis, karena hal ini akan mendukung terjadinya persaingan secara sehat di antara para pengusaha. Begitu pen-tingnya etika bisnis maka ada tiga sasaran dan ruang lingkup pokok etika bisnis, yaitu sebagai berikut:

      1. Etika bisnis sebagai etika profesi membahas berbagai prinsip, kondisi, dan masalah yang terkait dengan praktek bisnis yang baik dan etis. Sasaran ini lebih ditujukan kepada para manajer dan pelaku bisnis, dan sering lebih berbicara mengenai bagaimana perilaku bisnis itu yang baik dan etis, maka dalam lingkupnya yang pertama ini sering kali etika bisnis disebut etika manajemen.

      2.Untuk menyadarkan masyarakat, khususnya konsumen, buruh atau karyawan, dan masyarakat luas pemilik aset umum semacam lingkungan hidup, akan hak dan kepentingan mereka yang tidak bolaeh dilanggar oleh praktek bisnis siapapun juga. Pada sasaran ini, etika bisnis bisa menjadi subversif. Subversif karena ia menggugah, mendorong, dan membangkitkan kesadaran masyarakat untuk tidak dibodoh-bodohi, dirugikan, dan diperlakukan secara tidak adil dan tidak etis oleh praktek bisnis pihak manapun.

      3. Etika bisnis juga berbicara mengenai sistem ekonomi yang sangat menentukan etis tidaknya suatu praktek bisnis. Lingkup yang ketiga ini, etika bisnis lebih menekankan kerangka legal-politis bagi praktek bisnis yang baik, yaitu pentingnya hukum dan aturan bisnis serta peran pemerintah yang efektif menjamin keberlakuan aturan bisnis tersebut secara konsekuen tanpa pandang bulu.

            Ketiga lingkup dan sasaran etika bisnis ini berkaitan erat satu dengan yang lainnya, dan bersama-sama menentukan baik tidaknya, etis tidaknya praktek bisnis. Dengan demikian, praktek bisnis diharapkan lebih mementingkan etika dan moral tidak hanya merugikan satu pihak tapi dapat menciptakan bisnis yang beretika, sehingga satu sama lain saling diuntungkan.
Untuk menciptakan suasana bisnis yang sesuai dengan etika bisnis, maka ada beberapa pinsip yang harus dijalanakan oleh para pelaku bisnis, yaitu sebagai berikut:

Prinsip-prinsip pada Etika Bisnis

       1. Prisip otonomi
Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertidak berdasarkan kesadarannya sendiri tentang apa yang dianggap baik untuk dilakukan. Ia tahu mengenai bidang kegiatannya, situasi yang dihadapinya, apa yang diharapkan dirinya, tuntutan dan aturan yang berlaku bagi bidang kegiatannya, sadar dan tahu akan keputusan dan tindakan yang akan diambilnya serta resiko atau akibat yang akan timbul baik bagi dirinya dan perusahaan maupun pihak lain.

       2. Prinsip kejujuran
 Terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan secara jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil kalau tidak didasarkan atas kejujuran. Pertama, jujur dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Kedua, kejujuran dalam penawaran barang atau jasa dengan mutu dan harga yang sebanding. Ketiga, jujur dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan.

       3. Prinsip keadilan
Prinsip keadilan menuntut agar setiap orang dalam kegiatan bisnis entah dalam relasi eksternal maupun relasi internal perusahaan perlu diperlakukan sesuai denagn haknya masing-masing. Keadilan menuntut agar tidak boleh ada pihak yang dirugikan hak dan kepentingannya.

       4. Prinsip saling menguntungkan (mutual benefit principle)
Prinsip ini menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa, sehingga menguntngkan semua pihak. Dalam bisnis yang kompetitif, prinsip ini menuntut agar persaingan bisnis haruslah melahirkan suatu win-win situation.

       5. Prinsip integritas moral
Prinsip ini terutama dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan, agar perlu menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baiknya maupun perusahaannya. Dengan kata lain, prinsip ini merupakan tuntutan dan dorongan dari dalam diri pelaku dan perusahaan untuk menjadi yang terbaik dan dibanggakan.

Kelima prinsip ini menjadi dasar dan jiwa dari semua aturan bisnis, dan sebaiknya semua praktek bisnis yang bertentanag dengan kelima prinsip ini harus dilarang. Misalnya, monopoli, kolusi, nepotisme, manipulasi, hak istimewa, perlindungan politik, dan sete-ruanya harus dilarang karena bertentangan dengan prinsip-prinsip etika bisnis. Denagan demikian, apabila semua pelaku bisnis sadar dan menjalankan prinsip-prinsip bisnis tersebut, maka hal ini akan menimbulkan suasana bisnis yang kondusif, saling mengun-tungkan, dan berbisnis sesuai dengan etika bisnis.

Etika bisnis lahir di Amerika pada tahun  1970-an kemudian meluas ke Eropa tahun 1980-an dan menjadi fenomena global di tahun 1990-an. Jika sebelumnya hanya para teolog dan agamawan yang membicarakan masalah-masalah moral dari bisnis, sejumlah filusuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis, dan etika bisnis dianggap sebagi suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang meliputi dunia bisnis di Amerika Serikat.

Etika Bisnis Yang Baik
Menurut Richard De George, bila perusahaan ingin sukses/berhasil memerlukan 3 hal pokok yaitu :
  1. Produk yang baik
  2. Managemen yang baik
  3. Memiliki Etika

 Tiga aspek pokok dari bisnis yaitu :
  1. Sudut Pandang Ekonomis.

Bisnis adalah kegiatan ekonomis. Yang terjadi disini adalah adanya interaksi antara produsen/perusahaan dengan pekerja, produsen dengan konsumen, produsen dengan produsen dalam sebuah organisasi. Kegiatan antar manusia ini adalah bertujuan untuk mencari untung oleh karena itu menjadi kegiatan ekonomis. Pencarian keuntungan dalam bisnis tidak bersifat sepihak, tetapi dilakukan melalui interaksi yang melibatkan berbagai pihak. Dari sudut pandang ekonomis, good business adalah bisnis yang bukan saja menguntungkan, tetapi juga bisnis yang berkualitas etis.

      2. Sudut Pandang Moral.
Dalam bisnis, berorientasi pada profit, adalah sangat wajar, akan tetapi jangan keuntungan yang diperoleh tersebut justru merugikan pihak lain. Tidak semua yang bisa kita lakukan boleh1 dilakukan juga. Kita harus menghormati kepentingan dan hak orang lain. Pantas diperhatikan, bahwa dengan itu kita sendiri tidak dirugikan, karena menghormati kepentingan dan hak orang lain itu juga perlu dilakukan demi kepentingan bisnis kita sendiri.

      3. Sudut Pandang Hukum
Bisa dipastikan bahwa kegiatan bisnis juga terikat dengan “Hukum” Hukum Dagang atau Hukum Bisnis, yang merupakan cabang penting dari ilmu hukum modern. Dan dalam praktek hukum banyak masalah timbul dalam hubungan bisnis, pada taraf nasional maupun international. Seperti etika, hukum juga merupakan sudut pandang normatif, karena menetapkan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Dari segi norma, hukum lebih jelas dan pasti daripada etika, karena peraturan hukum dituliskan hitam atas putih dan ada sanksi tertentu bila terjadi pelanggaran.

Faktor-faktor yang Mendorong Timbulnya  Masalah Etika Bisnis
1. Mengejar keuntungan dan kepentingan pribadi 
2. Tekanan persaingan terhadap laba perusahaan
3. Pertentangan antara nilai-nilai perusahaan dengan perorangan

Posted on Selasa, Mei 06, 2014 by Unknown

No comments

Samsung Kembali Ejek Apple Lewat Iklan Baru Galaxy S4

         Perseteruan antara Samsung dan Apple entah sampai kapan akan berakhir. Setelah terus-menerus 'berperang' saling rebut hak paten di meja hijau, perseteruan terbuka antar kedua raksasa di jagat teknologi ini pun dipertontonkan lewat iklan-iklan produk mereka. 

         Samsung Islandia merilis sebuah video iklan dari smartphone andalan Galaxy S4 berdurasi kurang dari satu menit. Meski sebentar, di dalam iklan tersebut Samsung kembali mengejek Apple, dengan membandingkan kemampuan antara Galaxy S4 dan iPhone 5. Didalam video iklan Galaxy S4 tersebut, diperlihatkan seorang pria yang sedang memegang buah apel dan memperlakukannya seolah-olah sebagai sebuah smartphone. Setelah frustrasi karena buah apel tersebut ternyata tidak dapat melakukan apa-apa, tiba-tiba munculah handset Galaxy S4 di antara tumpukan buah apel yang berserakan. 


       Pria tersebut lalu memilih Galaxy S4 dan lantas memakan apel tersebut. Sejumlah apel-apel lain pun terlihat ditelantarkan saat pria itu asyik dengan Galaxy S4. Seperti yang diketahui, saling ejek lewat iklan seperti ini bukan yang pertama kali dilakukan oleh kedua belah pihak. Kegiatan saling merendahkan produk besutan pesaing di dunia teknologi, khususnya di segmen smartphone pun kerap dilakukan oleh vendor-vendor lain. 

      Malahan perseteruan antara Samsung dan Nokia juga sempat disinggung oleh Nokia di iklannya. Nokia memperlihatkan fanboy Apple dan fanboy Samsung saling mengejek, kemudian memperlihatkan keunggulan Lumia.


Analisis Positif

  • Persaingan antara Apple dan Samsung akan membuat kemajuan teknologi semakin berkembang , karena keduanya akan bersaing dalam pembuatan Handphone dengan keunggulan masing masing yang belum pernah ada sebelummnya
Analisis Negatif

  • Iklan Samsung diatas akan berbuntut panjang padahal saling klaim hak paten belum selesai diputuskan, iklan tersebut hanya akan menambah masalah jika dibawa ke meja Hijau.
Solusi

  • Menurut saya jika mau mengiklankan sebuah handphone baru tidak juga harus nembawa embel embel keunggulan dari produk pesaing, malah harusnya sang produsen harus fokus dengan menampilkan fitur fitur yang ada di produknya sendiri tanpa harus membadingkan dengan produk dari produsen lain.

Sumber : Mashlab & Detik.com

Posted by Yugo Permana Haki

Posted on Selasa, Mei 06, 2014 by Unknown

No comments

Sabtu, 03 Mei 2014


Kasus PT. Metro Batavia (Batavia Air)



Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Bagus Irawan, menyatakan berdasarkan putusan Nomor 77 mengenai pailit,  PT Metro Batavia (Batavia Air) dinyatakan pailit. “Yang menarik dari persidangan ini, Batavia mengaku tidak bisa membayar utang,” ujarnya, seusai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 30 Januari 2013.

Ia menjelaskan, Batavia Air mengatakan tidak bisa membayar utang karena “force majeur”. Batavia Air menyewa pesawat Airbus dari International Lease Finance Corporation (ILFC) untuk angkutan haji. Namun, Batavia Air kemudian tidak memenuhi persyaratan untuk mengikuti tender yang dilakukan pemerintah.

Gugatan yang diajukan ILFC bernilai US$ 4,68 juta, yang jatuh tempo pada 13 Desember 2012. Karena Batavia Air tidak melakukan pembayaran, maka ILFC mengajukan somasi atau peringatan. Namun karena maskapai itu tetap tidak bisa membayar utangnya, maka ILFC mengajukan gugatan pailit kepada Batavia Air di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pesawat yang sudah disewa pun menganggur dan tidak dapat dioperasikan untuk menutup utang.

            Dari bukti-bukti yang diajukan ILFC sebagai pemohon, ditemukan bukti adanya utang oleh Batavia Air. Sehingga sesuai aturan normatif, pengadilan menjatuhkan putusan pailit. Ada beberapa pertimbangan pengadilan. Pertimbangan-pertimbangan itu adalah adanya bukti utang, tidak adanya pembayaran utang, serta adanya kreditur lain. Dari semua unsur tersebut, maka ketentuan pada pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Kepailitan terpenuhi.

Jika menggunakan dalil “force majeur” untuk tidak membayar utang, Batavia Air harus bisa menyebutkan adanya syarat-syarat kondisi itu dalam perjanjian. Namun Batavia Air tidak dapat membuktikannya. Batavia Air pun diberi kesempatan untuk kasasi selama 8 hari. “Kalau tidak mengajukan, maka pailit tetap.”

Batavia Air pasrah dengan kondisi ini. Artinya, kata dia, Batavia Air sudah menghitung secara finansial jumlah modal dan utang yang dimiliki. Ia pun menuturkan, dengan dipailitkan, maka direksi Batavia Air tidak bisa berkecimpung lagi di dunia penerbangan.

Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Herry Bakti meminta pada Batavia Air untuk memberikan informasi pada seluruh calon penumpang yang sudah membeli tiket. Agar informasi ini menyebar secara menyeluruh, Batavia Air diharus siaga di bandara seluruh Indonesia, Kamis (31/1).

“Kepada Batavia Air kami minta besok mereka untuk standby di lapangan Bandara di seluruh Indonesia? Untuk memberi penjelasan dan menangani penumpang-penumpang itu. Jadi kami minta mereka untuk stay di sana,” ujar Herry saat mengelar jumpa pers di kantornya, Jakarta, Rabu malam (30/1).

Herry mengatakan pemberitahuan ini sudah disampaikan kepada Batavia Air. “Kami sudah kirim informasi ini ke bandara-bandara yang ada untuk melakukan antisipasi besok di bandara (31/1),” imbuh Herry.

Menurut Herry, meskipun pangsa pasar Batavia Air tidak banyak tapi menurut siaga di bandara itu perlu dilakukan untuk mengantisipasi kebingungan pelanggan serta meminimalisir tudingan-tudingan bahwa pihak Batavia tidak bertanggung jawab.


 Analisis :

              Siapa yang melakukan:

Pihak PT METRO BATAVIA (Batavia Air)

              Jenis Pelanggaran :

Gugatan yang diajukan ILFC bernilai US$ 4,68 juta, yang jatuh tempo pada 13 Desember 2012. Karena Batavia Air tidak melakukan pembayaran, maka ILFC mengajukan somasi atau peringatan. Namun karena maskapai itu tetap tidak bisa membayar utangnya, maka ILFC mengajukan gugatan pailit kepada Batavia Air di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pesawat yang sudah disewa pun menganggur dan tidak dapat dioperasikan untuk menutup utang

Bagaimana :

Batavia Air mengatakan tidak bisa membayar utang karena “force majeur”. Batavia Air menyewa pesawat Airbus dari International Lease Finance Corporation (ILFC) untuk angkutan haji. Namun, Batavia Air kemudian tidak memenuhi persyaratan untuk mengikuti tender yang dilakukan pemerintah.

           Dampak/ Akibat :

Batavia Air sudah menghitung secara finansial jumlah modal dan utang yang dimiliki. Ia pun menuturkan, dengan dipailitkan, maka direksi Batavia Air tidak bisa berkecimpung lagi di dunia penerbangan, dan calon penumpang (Pembeli tiket) Batavia Air menjadi terlantar pada hari hari berikutnya.

          Tindakan Pemerintah :

Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Herry Bakti meminta pada Batavia Air untuk memberikan informasi pada seluruh calon penumpang yang sudah membeli tiket. Agar informasi ini menyebar secara menyeluruh, Batavia Air diharus siaga di bandara seluruh Indonesia.

Kesimpulan :
        Pendapat saya pribadi ketika melihat pelanggaran berikut ini adalah Kurangnya pertimbangan dari pihak manajemen Batavia Air untuk mengambil suatu keputusan, apakah yang di sebutkan sebagai pengambilan keputusan sebagai strategi pemenang tender dalam proyek Haji tersebut sudah Pihak Batavia Air sudah mampu bersaing dengan Perusahaan perusahaan Penerbangan lain yang ikut persaing Tender Pemerintah. Jika Tidak mampu menangani proyek pemerintah tersebut tentunya akan menjadi Bomerang bagi pihak manajemen yang sudah mengorbankan asetnya dan terikat janji untuk memenangkan Tender tersebut.

Saran dan Solusi :
        Batavia harus berinovasi dan memciptakan brand baru tentunya dengan inovasi pelayanan yang diminati pasar saat ini. Kasus Batavia Air bisa menjadi pelajaran bagi industri penerbangan di Tanah air agar dapat lebih berhati-hati dalam mengambil kebijakan sehingga tidak mengakibatkan kerugian yang fatal pada perusahaan itu sendiri.


Sumber: http://news.loveindonesia.com/en/news/detail/150322/pailit-batavia-air-diminta-siaga-di-seluruh-bandara
http://www.tempo.co/read/news/2013/01/30/090458040/p-Ini-Penyebab-Batavia-Air-Dinyatakan-Pailit


POSTED BY AAN JAENUDIN

Posted on Sabtu, Mei 03, 2014 by Unknown

No comments