Ada sinyal kuat bahwa memang telah terjadi distorsi etika
dan pelanggaran kemanusiaan yang hebat di Papua. Martabat manusia yang
seharusnya dijunjung tinggi, peradaban, kebudayaan, sampai mata rantai
penghidupan jelas-jelas dilanggar. Ketika sistematika kehidupan yang sangat
drastis tersebut sudah tidak bisa lagi ditahan, ledakan kemarahan komunitas itu
terjadi (Hutchins, M.J., et.al., 2007).
Itu adalah fakta keteledoran pemerintah yang sangat berat karena selama ini bersikap underestimate kepada rakyat Papua. Gagasan mendapatkan kesejahteraan dengan intensifikasi industrialisasi nyata-nyata gagal. Ironisnya, Freeport sebagai representasi hegemoni peradaban industrialisasi modern yang terkenal dengan implementasi konsep menghargai heterogenitas dan diversitas (Velasquez, M.G., 2006), rupa-rupanya, hanya jargon belaka. Dua kali pekerja Freeport melakukan aksi mogok kerja sejak Juli untuk menuntut hak normatifnya soal diskriminasi gaji, namun dua kali pula harus beradu otot.
Itu adalah fakta keteledoran pemerintah yang sangat berat karena selama ini bersikap underestimate kepada rakyat Papua. Gagasan mendapatkan kesejahteraan dengan intensifikasi industrialisasi nyata-nyata gagal. Ironisnya, Freeport sebagai representasi hegemoni peradaban industrialisasi modern yang terkenal dengan implementasi konsep menghargai heterogenitas dan diversitas (Velasquez, M.G., 2006), rupa-rupanya, hanya jargon belaka. Dua kali pekerja Freeport melakukan aksi mogok kerja sejak Juli untuk menuntut hak normatifnya soal diskriminasi gaji, namun dua kali pula harus beradu otot.
Permasalahan
PT Freeport Indonesia (PTFI) merupakan perusahaan afiliasi
dari Freeport-McMoRan Copper & Gold
Inc.. PTFI menambang, memproses dan melakukan eksplorasi terhadap
bijih yang mengandung tembaga, emas dan perak. Beroperasi di daerah dataran
tinggi di Kabupaten Mimika Provinsi Papua, Indonesia. Kami memasarkan
konsentrat yang mengandung tembaga, emas dan perak ke seluruh penjuru dunia.
PT Freeport Indonesia merupakan jenis perusahaan
multinasional (MNC),yaitu perusahaan internasional atau transnasional yang
berkantor pusat di satu negara tetapi kantor cabang di berbagai negara maju dan
berkembang..
Contoh kasus pelanggaran etika yang dilakukan oleh PT.
Freeport Indonesia :
·
Mogoknya
hampir seluruh pekerja PT Freeport Indonesia (FI) tersebut disebabkan perbedaan
indeks standar gaji yang diterapkan oleh manajemen pada operasional Freeport di
seluruh dunia. Pekerja Freeport di Indonesia diketahui mendapatkan gaji lebih
rendah daripada pekerja Freeport di negara lain untuk level jabatan yang sama.
Gaji sekarang per jam USD 1,5–USD 3. Padahal, bandingan gaji di negara lain
mencapai USD 15–USD 35 per jam. Sejauh ini, perundingannya masih menemui jalan
buntu. Manajemen Freeport bersikeras menolak tuntutan pekerja, entah apa dasar
pertimbangannya.
·
Biaya
CSR kepada sedikit rakyat Papua yang digembor-gemborkan itu pun tidak seberapa
karena tidak mencapai 1 persen keuntungan bersih PT FI. Malah rakyat Papua
membayar lebih mahal karena harus menanggung akibat berupa kerusakan alam serta
punahnya habitat dan vegetasi Papua yang tidak ternilai itu. Biaya reklamasi
tersebut tidak akan bisa ditanggung generasi Papua sampai tujuh turunan. Selain
bertentangan dengan PP 76/2008
tentang Kewajiban Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, telah terjadi bukti
paradoksal sikap Freeport (Davis, G.F.,
et.al., 2006). Kestabilan siklus operasional Freeport, diakui atau tidak,
adalah barometer penting kestabilan politik koloni Papua. Induksi ekonomi yang
terjadi dari berputarnya mesin anak korporasi raksasa Freeport-McMoran tersebut
di kawasan Papua memiliki magnitude luar biasa terhadap pergerakan ekonomi
kawasan, nasional, bahkan global.
Sebagai perusahaan berlabel MNC (multinational company) yang
otomatis berkelas dunia, apalagi umumnya korporasi berasal dari AS, pekerja
adalah bagian dari aset perusahaan. Menjaga hubungan baik dengan pekerja adalah
suatu keharusan. Sebab, di situlah terjadi hubungan mutualisme satu dengan yang
lain. Perusahaan membutuhkan dedikasi dan loyalitas agar produksi semakin baik,
sementara pekerja membutuhkan komitmen manajemen dalam hal pemberian gaji yang
layak.
Pemerintah dalam hal ini pantas malu. Sebab, hadirnya MNC di
Indonesia terbukti tidak memberikan teladan untuk menghindari perselisihan soal
normatif yang sangat mendasar. Kebijakan dengan memberikan diskresi luar biasa
kepada PT FI, privilege berlebihan, ternyata sia-sia. Berkali-kali perjanjian
kontrak karya dengan PT FI diperpanjang kendati bertentangan dengan UU Nomor
11/1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan dan sudah diubah dengan
UU Nomor 4/2009 tentang Minerba. Alasan yang dikemukakan hanya klasik, untuk
menambah kocek negara. Padahal, tidak terbukti secara signifikan sumbangan PT
FI benar-benar untuk negara. Kalimat yang lebih tepat, sebetulnya, sumbangan
Freeport untuk negara Amerika, bukan Indonesia. Justru negara ini tampak
dibodohi luar biasa karena PT FI berizin penambangan tembaga, namun mendapat
bahan mineral lain, seperti emas, perak, dan konon uranium. Bahan-bahan itu
dibawa langsung ke luar negeri dan tidak mengalami pengolahan untuk
meningkatkan value di Indonesia. Ironisnya, PT FI bahkan tidak listing di bursa
pasar modal Indonesia, apalagi Freeport-McMoran sebagai induknya. Keuntungan
berlipat justru didapatkan oleh PT FI dengan hanya sedikit memberikan pajak
PNBP kepada Indonesia atau sekadar PPh badan dan pekerja lokal serta beberapa
tenaga kerja asing (TKA). Optimis penulis, karena PT FI memiliki pesawat dan
lapangan terbang sendiri, jumlah pasti TKA itu tidak akan bisa diketahui oleh
pihak imigrasi. Kasus PT. Freeport Indonesia ditinjau dari berbagai teori etika
bisnis :
Dalam kasus ini, PT Freeport Indonesia sangat tidak etis
dimana kewajiban terhadap para karyawan tidak terpenuhi karena gaji yang
diterima tidak layak dibandingkan dengan pekerja Freeport di Negara lain.
Padahal PT Freeport Indonesia merupakan tambang emas dengan kualitas emas
terbaik di dunia.
Kesimpulan
Dari pembahasan dalam bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa
PT Freeport Indonesia telah melanggar etika bisnis dimana, upah yang dibayar
kepada para pekerja dianggap tidak layak dan juga telah melanggar UU Nomor 11/1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan
yang sudah diubah dengan UU Nomor 4/2009
tentang Minerba. Karena PT FI berizin penambangan tembaga, namun mendapat bahan
mineral lain, seperti emas, perak, dan konon uranium. Selain bertentangan
dengan PP 76/2008 tentang Kewajiban Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, telah
terjadi bukti paradoksal sikap Freeport (Davis,
G.F., et.al., 2006).
ANALISA POSITIF:
Dengan datangnya Freeport ke Indonesia akan menambah peluang pekerjaan bagi para pekerja Indonesia.
ANALISA NEGATIF:
Pengekploitasian besar-besaran oleh Freeport dapat merugikan negara, dari segi materi maupun lingkungan.
Saran
Sebaiknya pemerintah Indonesia, dalam hal ini khususnya menteri
ESDM, melakukan renegosiasi ulang terhadap PT FI. Karena begitu banyak SDA yang
ada di Papua ,tetapi masyarakat papua khususnya dan Negara Indonesia tidak
menikmati hasil dari kekayaan alam yang ada di papua. Justru Amerika lah yang
mendapat untung dari kekayaan alam yang ada di papua. Atau kalau tidak dapat di
negosiasi ulang dan hak para pekerja tidak terpenuhi, lebih baik pemerintah
menasionalisasi PT FI supaya masyarakat papua khususnya dan Indonesia dapat
menikmati SDA yang ada di bumi Indonesia.
Sumber: http://nasional.news.viva.co.id/news/read/252669-ini-daftar-gaji-karyawan-freeport
POSTED BY BOY SEIGA PUTRA
0 komentar:
Posting Komentar